Gerakan 30 September 1965/PKI adalah pemberontakan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Gerakan 30 September 1965/PKI bertujuan menggantikan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Komunis.
Setelah pemberontak PKI Madiun berhasil ditumpas PKI terus bergerak menebar pengaruhnya dikalangan masyarakat. Setelah berhasil dan banyak mendapatkan simpatisan dari kalangan masyarakat akhirnya PKI berhasil menjadi sebuah partai besar dan ikut dalam pemilihan pertama pada tahun 1955.
Setelah pemberontak PKI Madiun berhasil ditumpas PKI terus bergerak menebar pengaruhnya dikalangan masyarakat. Setelah berhasil dan banyak mendapatkan simpatisan dari kalangan masyarakat akhirnya PKI berhasil menjadi sebuah partai besar dan ikut dalam pemilihan pertama pada tahun 1955.
Bendera dan Lambang PKI |
D.N. Aidit |
Kondisi dunia politik Indonesia saat itu yang kurang baik dimanfaatkan PKI untuk mendekati Presiden serta berusaha mempengaruhi setiap kebijakan yang akan diputuskan. Gagalnya Dewan Konstituante menjalankan tugasnya menyusun UUD baru mendorong Presiden untuk mengambil sebuah keputusan. Presiden Soekarno kemudian memutuskan membubarkan Dewan Konstiuante melalui sebuah Dekrit pada 5 Juli 1959 pada Hari minggu pukul 17.00 WIB di Istana Merdeka Jakarta adapun Isi dari Dekrit Presiden mencakup 3 hal:
- Membubarkan Dewan Konstituante
- Kembali kepada UUD 1945
- Membentuk MPRS dan DPAS
Suasana Pembacaan Dekrit Presiden |
Politik luar negeri Indonesia yang berpihak kepada anggota NEFO kemudian memunculkan poltik baru yaitu Politik Mercusuar. Politik mercusuar merupakan sebuah pandangan bahwa Indonesia merupakan lampu penerang yang dapat memberikan jalan bagi anggota NEFO diseluruh dunia. Untuk melaksanakan politik Mercusuar ditandai dengan pelaksanaan GANEFO Games of the New Emerging Forces pada tahun 1962 dengan Indonesia sendiri sebagai tuan rumah pelaksanaan GANEFO.
Suasana Pelaksanaan Ganepo |
Politik Konfrontasi Indonesia dimulai dengan memutuskan hubungan diplomatis dengan Malaysia pada 17 September 1963. Pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno memberikan komando untuk menyerang Malaysia yang dikenal dengan Dwikora yang berisi:
- Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia
- Bantu Perjuangan Rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Sarawak, dan Brunei untuk menggagalkan pembentukan negara boneka Malaysia.
Suasana Pembacaan Pidato Presiden Tentang Dwikora |
Setelah PKI merasa sudah cukup kuat PKI melakukan Provokasi terhadap terhadap pimpinan TNI Angkatan Darat dan Dewan Jendral dituduh akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada saat peringatan ulang tahun ABRI 5 Oktober 1965. Provokasi dilakukan kembali kepada Dewan Jendral dengan menyatakan Dewan Jendral sebagai agen Nekolim (Amerika Serikat atau Ingris). Merasa dituduh oleh PKI kemudian satuan ABRI melakukan pembalasan dengan menuduh PKI sendiri yang akan melakukan perebutan kekuasaan. Pada bulan sepetember 1965 puluhan ribu tentara akan berkumpul di Jakarta dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ABRI pada tanggal 5 Oktober 1965. Kemudia hal ini mengundang banyak pertanyaan dikalangan elit politik tentang adanya kudeta pada saat itu.
Setelah beberapa kali melakukan pertemuan rahasia akhirnya PKI mengambil keputusan untuk melaksanakan kudeta pada tanggal 30 September 1965. Gerakan 30 September 1965 merupakan operasi militer secara fisik yang dipimpin oleh Kolonel Untung Komandan Batalion Resimen Cakrabirawa. Kemudian Kolonel Untung memerintahkan kepada pasukan militernya untuk melaksanakan kudeta pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari. Serangan akhirnya dilaksanakan dengan melakukan aksi penculikan terhadap 6 Perwira dan Perwira Pertama Angkatan Darat. Mereka disiksa dan dibunuh kemudian dibawa ke Lubang Buaya Markas PKI yang terletak sebelah selatan pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma. Untuk menghilangkan Jejak pembunuhan agar tidak diketahui oleh pemerintahan Republik Indonesia Jasad para Perwira ini dibuang kedalam sebuah sumur tua di Lubang Buaya kemudian ditutupi dengan tumpukan sampah. Adapun ketujuh korban keganasan PKI tersebut yaitu:
- Letnan Jendral Ahmad Yani
- Mayor Jendral R. Soeprapto
- Mayor Jendral Haryono Mas Tirtodarmo
- Mayor Jendral Suwondo Parman
- Brigadir Jendral Donald Izacus Panjaitan
- Brigadir Jendral Soetojo Siswomiharjo
- Letnan Sati Pierre Andreas Tendean
Pada waktu yang bersamaan PKI juga berusaha merebut kekuasaan dibeberapa kota diantaranya Yogyakarta, Solo, Wonogiri, dan Semarang. PKI berhasil menduduki Radio Republik Indonesia (RRI) dan mengumumkan secara langsung oleh Kolonel Untung tentang berdirinya Dewan Revolusi pada 1 Oktober 1965. Dewan Revolusi daerah Yogyakarta dipimpin oleh Mayor Mulyono yang berhasil Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugijono mereka kemudian terbunuh oleh para penculik di desa Kentungan sebelah utara kota Yogyakarta.
Untuk menumpas Gerakan 30 September 1965 pemerintah Indonesia mengambil beberapa tindakan yaitu:
- Menetralisir Pasukan Batalion 503 Brawijaya dan Batalion 545 Diponegoro yang berada disekitar Medan Merdeka dari pengaruh PKI dan berhasil di Netralisir
- Melakukan Operasi Militer pada 1 Oktober 1965 pukul 19.15 WIB berhasil menduduki kembali Gedung RRI pusat. Pasukan Batalion 238 Kujang/Siliwangi berhasil mengamankan lapangan Benteng dan Markas Kodam V Jaya, kota Jakarta secara penuh berhasil dikuasai oleh ABRI
- Batalyon Kavaleri berhasil mengamankan BNI Unit I dan percetakan uang di daerah Kebayoran.
- Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD yang dibantu oleh Batalyon 238 Kujang/Sillwangi dan Batalyon I Kavalen berhasil menduduki Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma.
- Pembersihan ke kampung-kampung di sekitar Lubang Buaya dari pengaruh PKI oleh Ajun Brigadir Polisi.
Kekejaman Gerakan G 30S/PKI merupakan pemberontakan terbesar dan sangat berbahaya bagi kehidupan bangsa Indonesia. Kekejaman PKI tersebut menelan banyak Korban Nyawa diantaranya para Perwira-perwira yang gugur. Perwira-perwira yang gugur dalam gerakan G 30S/PKI kemudian diangkat menjadi Pahlawan Revolusi.
Tugu Pahlawan Revolusi |