Untuk merebut dan menguasai wilayah Indonesia kembali Belanda melancarkan Agresi Militer II di Indonesia. Tujuan utama serangan ini yaitu merebut Ibu kota saat itu yaitu Yogyakarta sekaligus menangkap para tokoh pemimpin bangsa Indonesia. Namun sebelumnya Indonesia telah menyadari Belanda akan melakukan serangan militer kembali di wilayah Indonesia. Untuk itu maka didirikan Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang dipimpin A.H. Nasution dan Hidayat. Selain persiapan militer juga disiapkan tempat untuk mengamankan tokoh pemimpin bangsa Indonesia. Berbagai upaya dilakukan pemerintah Indonesia saat itu untuk mengatasi terjadinya Agresi Militer Belanda II.
Prajurit Indonesia menjaga perbatasan di Yogyakarta |
Menyadari kondisi pasukan RI yang sudah terdesak di medan peperangan Presiden Suekarno mengirimkan radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara menteri Kemakmuran yang saat itu sedang melakukan kunjungan kerja di Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Akhirnya dalam waktu singkat Belanda berhasil menduduki Ibu Kota Yogyakarta dan para pemimpin Bangsa Indonesia berhasil ditangkap oleh Belanda seperti Presiden Indonesia Ir. Suekarno, M. Hatta, Kepala staf Angkatan Udara Komodor S. Suryadarman dan beberapa menteri negara. Keesokan harinya Pada 22 Desember 1948 Presiden Suekarno, Haji Agus Salim dan Sutan Syahrir diasingkan ke Brastagi lalu ke Prapat tepi Danau Toba Sumatera Utara lalu kembali diasingkan di Muntok Pulau Bangka. Sementara itu Moh. Hatta, Moh Roem, Mr. A.G. Pringgodidgo, Mr. Assaat, dan Komodor S. Suryadarman diasingkan di Muntok Pulau Bangka.
Jendral Soedirman |
Untuk selengkapnya tentang taktik Perang Gerilya Disini
Untuk selengkapnya tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 Disini